Senin, 07 November 2011

Fotografi Pembentuk Jiwa

Itu hanya sebuah kalimat yang saya simpulkan sendiri, apa maksudnya? apa hubungannya fotografi dengan jiwa?, dengan pembentukan jiwa?, setiap orang berbeda-beda sudut pandang maka bisa kalian simpulkan sendiri. Saya hanya akan bercerita saja, semoga bisa menjawab pertanyaan di atas.

Sudah dari dulu saya senang dengan fotografi, dari smp saya senang sekali kalo om saya nyuruh untuk memoto suatu objek tertentu, dahulu masih pake kamera poket analog fuji, kodak, tidak bisa di zoom, dan hasilnya hanya dicetak saja, soalnya belum ada scan, saya juga tidak mempunyai turunan yang suka terhadap photography, bapak, ibu, simbah, tidak ada yang senang foto, kalo om saya hanya memiliki kamera hanya untuk sekedar mengabadikan moment saja. Setelah masuk kuliah, kakakku membeli camera poket canon psa 700, saya sering meminjam untuk mengabadikan objek objek yang saya anggap menarik, lama lama kok bosan hanya kayak gitu saja, akhirnya saya baca manual book nya dan saya terapkan setingan demi setingan. Ternyata ada manualnya, dengan mode manual secara tidak langsung dapat memaksa untuk mengetahui konsep dasar cara kerja sebuah kamera, mulai dari diafragma, speed, iso dan lain lain. Dengan membawa kamera digital poket pun saya tidak malu-malu mengeluarkan meskipun desekitar ada yang bawa DSRL dengan lensa yahud, sebenarnya bukan karena PD, tapi karena saya senang dengan apa yang saya bawa, dan tidak sempat memikirkan orang lain yang bawa kamera yahud, ya cuma lihat saja den sempat terlintas ingin memiliki DSLR, dari segi ekonomi orang tua memang kecukupan, tapi saya tidak terbiasa meminta minta barang yang harganya lumayan, gaji 2 bulan bapak baru bisa dapat nih..haha.. Mendingan jepret aja..

Bermula ketika ada seorang teman kuliah yang membawa analog kamera, katanya punya bapaknya dulu, ada lagi teman lainya yang jadi teringat kalo dirumah nya ada analog juga, 2 orang teman dekat yaitu berinisial A&W (dekat karena hampir tiap hari ketemu) sudah bermain dengan analog, dan saya jadi pengen, mulai dah putar otak untuk mendapatkan kamera SLR, tidak digital lho ya soalnya tidak pake D, dari segi harga ya lumayan tidak sampai 1 juta, dan akomodasi ya lumayan mahal, untuk tiap proses nya menghabiskan dana 25rebu dahulu, harga film 11rb, cuci scan 11rb, sisanya buat parkir dan bensin. Mulai dah merencanakan buat beli tanpa harus meminta ortu, cari uang sana sini akhirnya terkumpul pula, dan berhasil meminang kamera SLR Nikon FM10.

Setelah punya sendiri jadi semakin senang buat njepret sana sini, meskipun tidak ada temanya, tujuan saya moto, bukan mencari teman, kalo mencari teman kapan motonya?, secara tidak langsung jika senang dengan fotografi pasti teman yang suka juga akan mendekat, tidak usah mencari bisa datang sendiri kok. Sampai sekarang pun jika pengen njepret ya berangkat saja, yang terpenting tujuannya mau ketemu siapa? entah ketemu objek yang dianggap menarik? ataupun mau silaturahmi dengan teman. Alangkah indahnya jika hanting di suatu tempat yang dianggap asing tiba-tiba ketemu dengan teman yang dikenal.

Memang menggunakan kamera analog haruslah dipikir matang-matang, karena harga produksi mahal jadi saya tidak asal jepret, banyak yang perlu dipertimbangkan dengan memakai analog, yaitu diafragma, speed, lampu meter atau metering atau lighmeter, mencari fokus, untuk mengkombinasikan hal tersebut memang butuh waktu. Apabila objek yang akan dibidik menarik dan terjadi saat itu pula jika setingan tidak pas maka gambar tidak akan jadi seperti apa yang diharapkan, haruslah sabar, jangan tergesa-gesa, dan harus bisa menganalisa kira-kira apa yang akan terjadi di beberapa detik ke depan jika ingin mendapat moment dan setingan yang diharapkan, kalo momentnya telat yah cuma bisa "nggrundel" alias menggerutu dan bilang "waduh telat" (ga pake 3 bulan ya), masih untung cuma kayak gitu dulu pernah mau moto tukang sate yang ada di km0, eh malah dia nya marah2, gambar pertama berhasil dengan sembunyi-sembunyi (pake lensa 50mm, dan sore), masih kurang puas jepret lagi, baru menunggu moment yang pas sambil melihat dari jendela bidik ternyata dia melihat, alhasil dimarahin habis-habis'an, dan saya hanya pergi saja daripada makin memanas, tapi lain waktu pasti akan kembali...hehe.

Belum lagi soal teknis flange lensa, misalnya 300mm, jika memakai tele kalo tidak speed tinggi akan terjadi guncangan sehingga menyebabkan gambar shake, kalo pake digital bisa dihapus dan jepret lagi. Selain itu soal pencahayaan yang kurang seperti malam hari, cahaya kurang menyebabkan speed lambat, jika ingin cepat ya pake bukaan besar, yang jadi kendala lensa bukaan besar seperti f0.95 itu mahal, dan DOF (area fokus) nya sempit, kalo objek diam bisa dibantu dengan tripot ataupun peralatan yang bisa digunakan sebagai tripot. Kondisi seperti itu bisa menggunakan bantuan flash alias lampu senter(kalo diklitikan), tapi ya harus tetap diperhatikan diafragma, speed, jarak objek jika ingin menghasilkan gambar yang diharapkan.

Jadi semakin senang menggunakan SLR kamera / analog kamera, ketika hanting sempat ketemu dengan seseorang yang membawa DSLR, dia bilang tidak bisa memakai kamera analog seperti yang saya bawa, loh saya malah kaget? kenapa demikian, kan dasar kamera DSLR ialah SLR, jadi fitur yang ada di SLR pastilah pada umumnya ada di DSLR, oh ternyata dari waktu beli dia cuma memakai mode auto saja, sebenarnya tidak masalah memakai mode auto ataupun manual, yang penting menghasilkan gambar yang diharapkan, tetapi ketika dihadapkan dengan kondisi objek yang tidak mendukung dengan memakai mode auto mau gimana lagi? ganti kamera? misalnya cahaya rendah, atau mau membidik lava merapi di malam hari, ingin gambar dari depan sampai belakang jelas semua, atau membuat gambar yang ada bokehnya, out of fosus, dll masih banyak lagi.

Bijak lah dalam menggunakan kamera, entah mau pinjam, atau beli, dan hal terpenting ialah jadilah diri anda sendiri, gunakan sesuai dengan kebutuhan, jangan cuma ikut ikut temannya, dia punya masak saya tidak?, dan "KAMERA TERBAIK IALAH KAMERA YANG ANDA PUNYA SAAT INI", adanya kamera hp ya dipake aja itu, kalo ga salah pernyataanya arbain rumbay ato sapa ya? yang jelas saya tahu dari video yang diperlihatkan seorang teman dr LMDJATENG kepada saya. Tidak usah mlinder ketemu yang punya kamera+lensa high end, mungkin bisa jadi teman dan tambah ilmu


Saya Menyukai..



Artikel yang mungkin terkait...

9 komentar:

  1. Saya suka moto2 sih sebenarnya, tapi belum bisa beli DSLR. :D

    Kamera poket aja belum punya. Hehehehe...

    BalasHapus
  2. wehehe aku yg digital cuma punya sony ericsson g502, 2mp, lainya pinjem...

    BalasHapus
  3. Hmmmm... moto2 ya mas santo? sayang sekali saya tidak bisa moto... kalau pake pocket si bisa, tapi kalau pake model DSLR dan sejenisnya nggak bisa karena kalau copot kacamata malah jadi burem lihatnya

    BalasHapus
  4. tinggal jepret aja kok mas fajar.. belum dicoba kok udah bilang ga bisa, loyo iki..

    BalasHapus
  5. betul betul dhab yos...

    hal2 yang disampaikan di atas yang mendorong saya nulis

    http://thegreatcongi.blogspot.com/2011/04/wabah-tukang-poto.html

    BalasHapus
  6. @mas wawan : hehe iki mung alibine ora ndue kamera sekelas m9

    BalasHapus
  7. wah, cuma punya kamera hp, jadi malu sama yang kamera yang besar2..

    salam blogwalking

    hmsf08.blogspot.com

    BalasHapus
  8. mas beli slr Nikon FM10 berapa waktu itu? trus belinya pas taun brapa?

    BalasHapus
  9. kalo "KAMERA TERBAIK IALAH KAMERA YANG ANDA PUNYA SAAT INI" kok mas santo beli kamera terus :p

    BalasHapus

maturnuwun sudah mengisi komentar..